POLITIK
HUKUM
Pengampu : Bambang Ali
Kusumo, SH. Mhum
1.
Hukum
merupakan entitas yang sangat komplek, meliputi kenyataan kemasyarakatan yang
majemuk, mempunyai banyak aspek, dimensi dan fase. Hukum berakar dan terbentuk
dalam proses interaksi berbagai aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial,
budaya, teknologi, keagamaan dan lain – lain.
2. Kompleksitasnya permasalahan hukum,
menyebabkan hukum dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang, maka lahirlah
berbagai disiplin hukum di samping filsafat hukum dan ilmu hukum, misalnya
sejarah hukum, sosiologi hukum, antropologi hukum, perbandingan hukum,
psikologi hukum dan sekarang yang sedang tumbuh adalah politik hukum. Kesemua
disiplin hukum tersebut merupakan ilmu bantu yang dimanfaatkan untuk
membantu perkembangan dan analisis hukum
( untuk dapat menggali dan menjelaskan apa sesungguhnya hukum itu dan bagaimana
proses terbentuknya ).
3. Sebagai disiplin ilmu yang relatif masih
muda politik hukum belum memiliki struktur keilmuan yang mapan. Namun
menariknya politik hukum pada tatanan akademis telah diakui sebagai mata kuliah
wajib program studi ilmu hukum di tingkat pasca sarjana fakultas hukum ( lihat
SK Mendikbud No.002/U/1996 ).
4. Walaupun ditetapkansebagai mata kuliah
wajib, namun politik hukum belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Gejala ini dapat ditunjukkan masih langkanya literatur yang membahas secara
komprehensif “Politik Hukum”. Mungkin baru karyanya Satjipto Rahardjo yang
telah berusaha menjelaskan struktur keilmuan politik hukum yang meliputi aspek
tujuan, metode dan ruang lingkupnya. Pada tataran empiris politik hukum telah
dgunakan oleh Moh Mahfud MD dan Benny K harman sebagai pendekatan dalam
memahami relasi antara hukum dan politik. Keduanya mencoba melihat hukum dari
sisi yuridis sosio-politis, yakni menghadirkan sistem politik sebagai variabel
yang mempengaruhi rumusan dan pelaksanaan hukum. Menurut Mahfud suatu proses
dan konfigurasi politik rezim tertentu sangat berpengaruh terhadap produk
hukum. Dalam negara demokratis produk hukumnya bersifat responsif atau
populistik, sedangkan dalam negara yang otoriter produk hukumnya bersifat
ortodok atau konservatif.
Variabel
Bebas Variabel Terpengaruh
5. Senada dengan pendapat di atas, yakni dari
Benny K Harman, beliau mengatakan bahwa dalam negara demokratis kekuasaan
kehakiman yang dihasilkan adalah independen atau otonom, sebaliknya di negara
otoriter kekuasaan kehakiman yang dihasilkan tidak otonom atau dependen.
Variabel
Bebas Variabel
Terpengaruh
|
6.
Ilmu
politik hukum merupakan bagian ilmu hukum bukan ilmu politik, kalau di
ibaratkan ilmu hukum sebagai pohon, filsafat merupakan akarnya, sedangkan
politik merupakan btngna yang kemudian melahirkan cabang – cabang berupa
berbagai bidang hukum, seperti hukum perdata, hukum pidana, HTN dan lain – lain.
7.
Tidak
dapat dipastikan kapan hukum politik itu timbul karena sangat minim literatur –
lteratur yang ada, namun dari berbagai kaian kepustakaan yang membicarakan
tentang huu mulai zaman Yunani sampai era post modern, dpat disimpulkan karena
adanya rasa ketidak puasan para ahli hukum terhadap model pendekatan yang
sementara ini digunakan. Dalam pereode yang sanat pajang ini analisis
pendekatan hukum mengalami pasang surut, dimulai dengan analisis normatif dan
dogmatis yang pada saat itu dianggap paling memadai, namun keadaan ini berubah
manakala hukum berhadapan dengan perubahan – perubahan yang terjadi dalam
masyarakat akibat keberhasilan modernisasi dan industrialisasi.
8.
Menurut
Bambang Poernomo secara tersirat keberadaan politik hukum dapat dilihat dari bagian
kedua klasifikasi Apeldorn yaitu pada bagian seni dan kerampilan ketika
kegiatan politik untuk menemukan dan merumuskan hukum.
9.
Dalam
tulisannya MR. JHP Bellefroid tentang PIH di Nederland dikatakan bahwa Ilmu
Hukum dapat dibagi dalam lima bagian, yaitu Dogmatik Hukum, Sejarah Hukum,
Perbandingan Hukum, Politik Hukum, dan Ilmu Hukum umum.
a. Dogmatik Hukum menjelaskan makna ketentuan
– ketentuan hukum dan menyusunnya sesuai dengan asas – asas dalam suatu sistem
hukum.
b. Sejarah Hukum mempelajari stelsel atau
susunan hukum yang lama yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan hukum
sekarang.
c. Perbandingan Hukum mengadakan perbandingan
antara hukum yang berlaku di berbagai negara, meneliti
kesamaan dan perbedaannya.
d. Politik Hukum, bertugas untuk meneliti perubahan
– perubahan mana yang perlu dilakukan terhadap hukum yang ada agar memenuhi
kebutuhan manusia dalam bermasyarakat.
e. Ilmu Hukum umum, melihat hukum sebagai
sesuatu hal sendiri lepas dari waktu dan tempat. Yang dipelajari adalah dasar –
dasar pengertian yang dijadikan titik tolak tiap – tiap tertib hukum, a.l.
pengertian hukum, kewajiban hkum, orang, mampu bertindak dalam hukum, obyek
hukum, hubungan hukum.
Konsepsi
Politik Hukum
Secara
etimologis politik hukum berasal dari istilah rechtspolitiek (Belanda).
Recht dapat diartikan hukum.
Hukum adalah seperangkat aturan tigkah laku yang berlaku dalam masyarakat (Sri
Soemantri martosewignjo, 1992 : 33). Politik dapat diartikan beleid yang
berarti kebijaksanaan (policy). Dengan demikian politik hukum dapat diartikan kebijaksanaan hukum. Kata kebijaksanaan
sendiri dapat diartikan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak (Kamus Besar bahasa Indonesia). Berdasarkan hal itu maka politik
hukum dapat didefinisikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan
suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang hukum ( Imam
Syaukani dan A. Ashin Thohari, 2004 : 22 ). Istilah rechtpolitiek jangan
dikacaukan dengan istilah politiekrecht (hukum politik). Istilah yang terakhir
dimaksudkan untuk mengganti istilah hukum tata negara.
Batasan
atau pengertian kebijaksanaan (Policy)
ada beberapa macam (Bambang Sunggono, 194 : 13-14), antara lain :
a. Dari Kleijn,
Kebijaksanaan merupakan tindakan secara sadar dan sistematis, dengan
mempergunakan sarana – sarana yang cocok, dengan tujuan politik yang jelas
sebagai sasaran, yang dijalankan langkah demi langkah.
b. Dari Kuypers, Kebijaksanaan
sebagai suatu susunan dari (1) tujuan – tujuan yang dipilih oleh para
administrator publik baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk
kepentingan kelompok; (2) jalan – jalan dan sarana – sarana yang dipilih
olehnya dan (3) saat – saat yang mereka pilih.
c. Friend, Kebijaksanaan
pada hakekatya adalah suatu posisi yang sekali dinyatakan akan mempengaruhi
keberhasilan keputusan – keputusan yang dibuat dimasa datang.
d. Carl J. Friedrick,
Kebijaksanaan sebagai seragkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok
atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan –
hambatan dan kesempatan – kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan
tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
e. James E. Anderson,
Kebijaksanaan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang
diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahka suatu masalah tertentu.
Dari batasan di atas terdapat perbedaan pendapat dikalangan
para ahli, yang jelas konsep kebijaksanaan sulit untuk dirumuskan dan diberikan
makna yang tunggal. Atau dapat dikatakan sulit untuk memperlakukan konsep
kebijaksanaan sebagai sebuah gejala yang khas dan konkrit tetutama bila
kebijaksanaan itu kita lihat sebagai suatu proses yang terus berkembang dan
berlajut mlai dari proses pembuatannya sampai implemeasiya. Di samping itu terdapat
perbedaan penekanan tentang kebijaksanaan di antara para ahli. Sebagian melihat
kebijaksanaan sebagai suatu perbuatan, sedang yang lain melihat sebagai suatu sikap yang
direncanakan atau bahkan suatu rencana dan juga suatu tindakan. Kecuali hal
tersebut para ahli juga berbeda pendapat
berkaitan dengan tujuan dan sarana. Ada yang berpendapat bahwa
kebijaksanaan meliputi tujuan dan sarana, kebijaksanaan meliputi tujuan dan
sarana, dan bahkan ada yang tidak lagi menyebut baiktujuan maupu sarana
(Bambang Sunggono, 1994:14-15).
Secara terminologis,
pengertian politik hukum dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut :
a. Soedarto, Politik Hukum adalah kebijakan dari negara
melalui badan – badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan – peraturan
yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat
dan untuk mencapai apa yang
dicita – citakan (Soedarto, 1979 :
15-16).
b. Padmo Wahyono, Politik
Hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum
yang akan dibentuk (Padmo Wahyono, 1986: 160).
c. Teuku Mohamad Radhie,
Politik Hukum sebagai suatu pernyataan
kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya, dan
mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun (Teuku Mohammad Radie, 1973 :
4).
d. Satjipto Rahardjo, Politik hukum diartikan seagai aktivitas
memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu
dalam masyarakat (Satjipto rahardjo,
1991 : 352 ).
e. CFG Sunaryati hartono,
Politik Hukum diartikan sebagai sebuah alat (tool) atau sarana dan
langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional
yang dikehendaki dan dengan sistem hukumnasional tu akan diwujudkan cita – cita
bangsa Indonesia (CFG Sunaryati Hartono, 1991 : 1).
f. Abdul Hakim Garuda
Nusantara, Politik Hukum Nasional secara harfiah dapat diartikan sebagai
kebijakan hukum (legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan
secara nasional oleh suatu pemerintahan negara tertentu. Politik Hukum Nasional
meliputi : (1) pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada secara konsisen; (2)
pembangunan hukum yang intinya adalh pembaharuan terhdap ketentuan hukum yang
telah ada dan yang dianggap usang, dan penciptaan ketentuan hukum baru yang
diperlukan untuk memenuhi tuntutan perkembangn yang terjadi dalam masyarakat;
(3) penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan anggotanya;
(4) meningkatkan kesadaran hukum masyarakat menurut persepsi kelompok elit
pengambil kebijakan (Abdul Hakim Garuda Nusantara, 1985).
g. Moh. Mahfud MD, Politik
Hukum merupakan kebijaksanaan hukum (legal policy) yang akan atau telah
dilaksanakan pemerintah secara nasional. Hal ini mencakup pula pengertian
tentang bagaimana politik
mempengaruhi hukum dengan cara melihat
konfigurasi kekuatan yang ada di belakang pemuatan
dan penegakan hukum. Hukum tidak dapat hanya dipandang sebagai pasal –
pasal yang bersifat imperatif atau
keharusan – keharusan yang bersifat das sollen, melainkan harus
dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataan (das sein) bukan tidak
mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materi dan pasal –
pasalnya maupun dalm implemntasiya dan penegakannya (Moh. Ahfud MD 1994 : 1-2).
h. Bellefroid, Politik Hukum merupakan bagian ilmu pengetahuan hukum yang
membahas perubahan ius constitutum menjadi ius constituendum
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Sugeng Istanto, 2002 : 5).
PROSEDUR PEMIKIRAN POLITIK HUKUM
PEMIKIRAN MANUSIA
KEBUTUHAN HIDUP MANUSIA
CARA HIDUP MANUSIA/URBANISASI
TEKNOLOGI/INFORMASI
|
PERUBAHAN
MASYARAKAT
POLITIK
EKONOMI
SOSIAL
BUDAYA
HUKUM
|
IUS CONSTITUTUM IUSCONSTITUENDUM
PENETAPAN
IUS CONSTITUTUM
PERUBAHAN
MASYARAKAT
NILAI
IUS
IUS
CONSTITUTUM
DPR CONSTITUENDUM
PRODUK
POLITIK
LEMBAGA POLITIK
Tujuan Pengkajian Politik Hukum
Menurut
Sugeng Istanto tujuan pengkajian politik hukum adalah :
a. Untuk memahami pemikiran – pemikiran yang
melatar belakangi penetapan ketentuan hukum yang berlaku hingga mampu
menerapkan ketentuan hukum itu sesuai dengan tujuannya.
b. Untuk memilih pemikiran – pemikiran yang
dapat menjadi dasar penetapan ketentuan ius constituendum dari ius constitutum
yang berlaku dalam menghadapi perubahan kehidupan masyarakat hingga mampu
menetapkan ketentuan hukum baru sesuai kebutuhan kehidupan masyarakat.
c. Untuk memahami kebijakan yang menggariskan
kerangka dan arah tata hukum yang berlaku hingga dapat menerapkan dan
mengembangkan hukum sesuai kebutuhan kehidupan masyarakat dalam suatu sistem.
Ruang Lingkup Dan Manfaat
Pengkajian Politik Hukum
a. Ruang Lingkup Politik Hukum
1. Proses penggalian nilai – nilai dan
aspirasi yang berkembang dalam masyrakat oleh penyelenggara negara yang
berwenang merumuskan politik hukum.
2. Proses perdebatan dan perumusan nilai –
nilai dan aspirasi tersebut ke dalam bentuk sebuah rancangan peraturan perundang
– undangan oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum.
3. Penyelenggara negara yang
berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum.
4. Peraturan perundang –
undangan yang memuat politik hukum.
5. Faktor – faktor yang
mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum, baik yang akan, sedang dan
telah ditetapkan.
6. Pelaksanaan dari
peraturan perundang – undangan yang merupakan implementasi dari politik hukUm suatu negara.
b. Manfaat Politik Hukum
Politik
hukum melengkapi kajian hukum S1.
Di tingkat S1 (1) mengkaji mengenai isi/ pengertian hukum melalui penafsiran
hukum, perbandingan hukum; penerapan hukum melalui yurisprudensi, (2) mengkaji
das sollen (keinginan, keharusan, cita – cita), das sollen menjadi das sein
(kenyataan, realitas).
Politik hukum mengkaji pemikiran – pemikiran dalam pembentukan
hukum, pembentukan ius constituendum, dalam menghadapi kebutuhan kehidupan
masyarakat.
Politik hukum mengkaji das sein
menjadi das sollen
§ Keadaan/pemikiran
masyarakat demikian timbulkan hukum bagaimana ?
§ Keadaan/pemikiran
masyarakat bagaimana timbulkan hukum demikian ?
Hubungan Politik Hukum
dengan Ilmu Pengetahuan Hukum
Politik Hukum merupakan
bagian ilmu pengetahuan hukum (Bellefroid, 1953)
Ilmu Pengetahuan hukum
terbagi dalam lima bagian, yaitu :
a. Dogmatik Hukum
Membahas isi hukum yang berlaku, arti
ketentuan hukum, tingkatan ketentuan hukum berdasarkan pada asas hukum yang
berlaku dan sistem hukum yang dianut.
b. Sejarah Hukum
Membahas ketentuan hukum masa lalu yang mempengaruhi
penetapan hukum yang berlaku masa kini.
c. Perbandingan Hukum
Membandingkan
ketentuan hukum yang berlaku di berbagai negara untuk mendapatkan persamaan dan
perbedaan.
d. Politik Hukum
Membahas perubahan
yang harus dilakukan dalam hukum yang berlaku agar dapat memenuhi tuntutan
kehidupan masyarakat.
Membahas arah
perkembangan tata hukum, yakni membangun ius constituendum dari ius constitutum
( yang berkembang dari stelsel hukum masa lalu)
e. Teori Hukum Umum
Membahas hukum
lepas dari kekhususan waktu dan tempat tertentu. Misalnya cari pengertian
hukum, kewajiban hukum, persoon hukum, obyek hukum, hubungan hukum dan lain –
lain
Sasaran Bahasan Politik Hukum
a. Belllfroid
Proses pembentukan ius contituendum dari
ius contitutum dalam menghadapi perubahan hidup masyarakat, bahasannya adalah :
-
ius
constitutum (keadaan pangkal)
-
Perubahan kehidupan masyarakat (penyebab perubahan)
-
Ius
contituendum (tujuan perubahan)
-
Proses pembentukan hukum (cara perubahan)
-
Produk
perubahan ( ius constituendum) yang ditetapkan :
· Kerangka
· Arah perkembngan hukum
kini dan masa mendatang
b. Mahfudh
Sasarannya adalah pengaruh kekuasaan pada hukum
Pengaruh sistem politik pada sistem hukum
c. Sigler, Dye, Sunggono
Sasarannya adalah semua keputusan organ negara
-
Perumusan
kebijakan
-
Pelaksanaan
kebijakan
-
Penilaian
kebijakan
d. Padmowahyono
Sasarannya adalah
sistem pemerintahan negara
e. Mochtar Kusumaatmaja (Unpad)
Sasarannya adalah
pembangunan hukum
Hubungan antara Hukum dan
Politik, ada tiga asumsi :
1. Hukum determinan atas politik
Bahwa kegiatan –
kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk pada hukum. Anggapan ini dipakai
sebagai dasar dari mereka yng memandang hukum dari sudut das sollen
(keinginan, kaharusan, cita – cita) atau para idealis yang berpegang pada
pandangan bahwa hukum harus merupakan pedoman dalam segala aktivitas antar
anggota masyarakat termasuk dalam segala aktivitas politik.
2. Politik
determinan atas Hukum
Bahwa hukum
merupakan hasil atau kristalisasi dari kehendak – kehendak politik yang saling
berinteraksi dan bahkan saling bersaingan. Anggapan ini dipakai sebagai dasar
dari mereka yang memandang hukum dari sudut das sein (kenyataan, realitas) atau para
penganut paham empirisme, yang memandang produk hukum sangat dipengaruhi oleh
politik.
3.Politik
dan Hukum sebagai subsistem kemasyarakatan berada pada posisi yang seimbang, karena meskipun
hukum merupakan produk keputusan politik tetapi begitu hukum ada maka semua
kegiatan politik harus tunduk pada hukum.
Soehardjo
SS, mengatakan bahw politik dan hukum merupakan pasangan. Hukum pasti
didasari oleh politik, karena hukum dibentuk oeh Negara sebagai lembaga politik yang paling tinggi. Sebaliknya politik baru
mempunyai wujud bilamana sudah dirumuskan dalam bentuk hukum. Hubungan antara
keduanya adalah timbal balik. Politik adalah lambang
kekuasaan atau Macht dan rumusan –
rumusan norma itu dilambangkan dengan
hukum atau Recht. Maka hubungan antar
keduanya merupakan Machtsbildende wirkung
des rechts dan rechtsbildende wirkung
des machts (politiklah yang
membentuk hukum dan hukumlah yang memberikan
wujud pada politik )
Hubungan antara politik dan hukum tidak
berhenti setelah ketentuan hukum itu berhasil dirumuskan di dalam perundang –
undangan, tetapi hubungan keduanya akan tetap ada pada tahap pelaksanaan
peraturan yang bersangkutan dan seterusnya
sampai pada saat perlu diadakan perubahan –perubahan atau penggantian
peraturan yang bersangkutan. Misalnya dari HIR menjadi KUHAP dll.
Barda
Nawawi Arief
mengatakan, bahwa Politik
Hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional
yang meliputi :
Pembangunan hukum yang berintikan pembuatan
dan pembaharuan terhadap materi –materi hukum agar dapat sesuai dengan
kebutuhan.
a. Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada
termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum
b. Jadi politik hukum ,mencakup proses
pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan kearah mana
hukum akan dibangun dan ditegakkan.
Bagaimana hukum akan dibuat dan seharusnya
dibuat dan ditentukan arahnya di dalam politik nasional dan bagaimana hukum
difungsikan. Masalah kebijakan hukum bukan semata – mata pekerjaan teknis
perundang – undangan yang bersifat yuridis normatif dan sistimatis dogmatik,
tetapi perlu pendekatan yuridis factual (sosiologis, histories, komparatif,
bahkan komprehensif) dari disiplin sosial lainnya dan pendekatan integral
dengan kebijakan sosial dan pembangunan nasional pada umumnya.
Pendekatan hukum dapat dilihat dari sudut
pendekatan kebijakan :
1. Sebagai bagian dari kebijakan sosial,
sebagai upaya untuk mengatasi masalah – masalah sosial/kemanusiaan untuk
mencapai tujuan nasional (kesejahteraan masyarakat)
2. Sebagai bagian dari penegakan hukum, bagian
dari upaya memperbaharui substansi hukum dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum.
Pendekatan hukum dilihat dari sudut
pendekatan nilai
Pada hakekatnya merupakan upaya melakukan
peninjauan dan penilaian kembali (Reorientasi dan relevansi) nilai – nilai
sosio politik, sosio filosofi, sosio kultural yang melandasi dan memberi isi
terhadap muatan normatif dan subtansif hukum yang dicita – citakan.
Pendekatan yang rational
Harus melekat pada setiap
langkah kebijakan. Dalam melaksanakan politik orang mengadakan penilaian dan
pemilihan dari berbagai alternatif. Jadi harus dilakukan dengan sengaja dan sadar terencana, dengan telah
diperhitungkan faktor – faktor yang dapat mendukung dalam bekerjanya hukum
dalam kenyataan. Jadi harus ada pendekatan fungsional.
Pendekatan kebijakan dan pendekatan
nilai
Tidak harus dilihat
sebagai dichotomi, karena dalam pendekatan kebijakan seharusnya juga
dipertimbangkan faktor – faktor nilai.
Keharusan rational bukan
berarti bahwa pertimbangan – pertimbangan etis dapat ditinggalkan, karena
syarat rational ada syarat moral juga.
Politik hukum sering
diartikan sempit dan berat sebelah. Seakan – akan hanya menyangkut politik
praktis yang dikendaki seorang penguasa, suatu golongan dengan memaksakan kehendaknya sendiri dalam proses pembuatan norma
hukum/perundang-undangan, sehingga
melegitimasikan kekuasaan yang ada.
Hukum harus dipahami
tidak hanya sekedar hukum / perundang-undangan yang berlaku sah secara yuridis
tetapi juga sah secara sosiologis, filosofis, bahkan moral.
Good law tidak semata –
mata ketepatan dari aspek yuridis melainkan secara moral substansial, hukum tidak bertentangan dengan
keadilan dan punya relevansi bagi kondisi aktual masyarakat.
Pembenaran hukum dari
segi moral ini penting, guna menghindari kelaliman penguasa yang menggunakan
hukum sebagai alat penindasan. Termasuk legitimasi moral atas hukum adalah
keberanian untuk mengubah norma hukum atau per uu yang tidak relevan, supaya adil dan pasti
mengikat/mewajibkan.
Keadilan hukum bukan
keadilan individu atau golongan tertentu melainkan keadilan bagi seluruh rakyat
(Pasal 33 UUD 1945).
Berarti politik hukum harus terbuka bagi pembentukan sistim hukum yang mampu
mengakomodasikan pluralisme kepentingan bangsa yang majemuk, sehingga tercipta
tertib sosial sebagai kondisi dasar terwujudnya tujuan nasional.
Politik hukum bertolak
dari pertanyaan : bagaimana merumuskan
sistim hukum nasional yang dicita – citakan ( das sollen ) atas dasar pengalaman
yang berlangsung saat ini ( das sein )
Adalah naif dan
menyesatkan jika orang mengklaim norma hukum yang de facto berlaku sebagai
norma hukum/peraturan – peratutan yang seharusnya berlaku. Kenyataan berbicara
bahwa masyarakat berubah dan membawa suatu hal yang baru. Misalnya : cloning,
bayi tabung, transplatasi buatan, yang sebelumnya tidak dikenal dan tidak
diatur oleh hukum. Norma hukum perlu direvisi agar relevan dan adil.
Pertanyaannya bergeser
dari apa yang tidak seharusnya menurut hukum.
Sistim hukum yang baik
Hukum yang baik pada
hakekatnya apabila dapat mewujudkan keadilan bagi semua orang. Tanpa keadilan,
hukum alat kekuasaan untuk menindas.
1. Harus ada keterbukaan
politik untuk mengakomodasikan aspirasi rakyat, baik dalam pembuatan norma hukum
atau penyempurnaan hukum yang sudah tidak relevan lagi.
2. Reformasi yang memberikan
kesempatan yang sama kepada semua orang untuk meningkatkan taraf hidupnya.
3. Politik hukum harus
difokuskan kepada kondisi masyarakat yang pluralistik – majemuk.
Pembentukan dan penegakan
hukum melibatkan SDM, tata kerja pengorganisasian, sarana dan prasarana. SDM
yang andal, tata kerja dan pengorganisasian yang efisien dan efektif, serta
penyediaan sarana dan prasarana yang
memadai akan turut menentukan keberhasilan politik pembentukan dan penegakan
hukum. Karena itu politik pembentukan
dan penegakan hukum yang baik, harus disertai pula dengan politik
pembinaan SDM, tata kerja dan pengorganisasian, serta sarana dan prasarana.
Politik hukum ada yang
bersifat tetap (permanen) dan ada yang temporer. Yang tetap, berkaitan dengan
sikap hukum yang akan selalu menjadi dasar kebijaksanaan pembentukan dan penegakan hukum.
Politik hukum yang tetap
meliputi antara lain :
1. Ada satu kesatuan sistim
hukum Indonesia
2. Sistim hukum nasional
dibangun berdasarkan dan untuk memperkokoh sendi – sendi Pancasila dan UUD
1945.
3. Tidak ada hukum yang
memberikan hak istimewa kepada warga negara tertentu berdasarkan suku,ras, atau
agama. Kalaupun ada perbedaan semata – mata didasarkan kepada kepentingan
nasional dalam rangka kesatuan dan persatuan bangsa.
4. Pembentukan hukum
memperhatikan kemajemukan masyarakat.
5. Hukum adat dan hukum tak
tertulis lainnya diakui sebagai sub sistim hukum nasional sepanjang nyata –
nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.
Politik hukum temporer
Adalah kebijaksanaan yang
ditetapkan dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan. Termasuk dalam kategori
ini hal – hal seperti :
1. Penentuan prioritas pembentukan per UU
2. Penghapusan per UU
kolonial
3. Pembaharuan peraturan per
uu di bidang ekonomi.
4. Penyusunan peraturan per
uu yang menunjang pembangunan nasional
Politik hukum tidak
terlepas dari kebijaksanaan di bidang lain, harus diusahakan selalu seiring
dengan aspek – aspek kebijaksanaan di bidang ekonomi, politik, sosial dan
sebagainya.
Dalam transformasi
sosial, system hukum hendaknya dikaitkan dengan perubahan. Tidak ada pilihan
lain, harus dikembangkan secara sistematis pemikiran hukum yang berorientasi
sosial.
Pembangunan hukum,
pemikiran hukum, dan ilmu hukum yang tidak menyadari panggilannya akan
menghasilkan suatu system hukum yang tidak mempunyai kegunaan yang memadai bagi
kemasyarakatan.
Pemikiran hukum yang
berorientasi sosial dalam konteks
pembangunan tidak lain dari pemikiran yang melihat kegiatan dalam bidang hukum
sebagai bagian dari transformasi sosial.
Perlu peninjauan kembali
/ reorientasi terhadap konsep – konsep yang selama ini digunakan. Misalnya :
hak milik adalah hak yang terkuat dan turun menurun-apakah betul ? kenyataannya
dapat dicabut.
Dalam masyarakat yang
sedang membangun yang cirinya adalah perubahan, maka peranan hukum adalah untuk
menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur yaitu : melalui
per uu atau keputusan pengadilan atau kedua – duanya.
Perubahan atau keteraturan
dan ketertiban adalah tujuan kembar dari masyarakat yang sedang membangun, maka
hukum menjadi alat yang tidak dapat diabaikan.
Dua lingkup utama Politik
Hukum :
1. Politik Pembentukan hukum
yang mencakup :
a. Kebijaksanaan (pembentukan) per uu
b. Kebijaksanaan (pembentukan)
yurisprudensi/keputusan hakim.
c. Kebijaksanaan terhadap
peraturan tidak tertulis
2. Politik Penegakan Hukum
yang bersangkutan dengan :
a. Kebijaksanaan di bidang
peradilan
b. Kebijaksanaan di bidang pelayanan hukum
Antara kedua aspek
politik hukum tersebut sekedar dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan, karena
:
1. Keberhasilan suatu
peraturan per uu tergantung pada penerapannya. Apabila penegakan hukum tidak
dapat berfungsi dengan baik, peraturan per uu yang bagaimanapun sempurnanya
tidak atau kurang memberi arti sesuai dengan tujuannya.
2. Putusan – putusan dalam
rangka penegakan hukum merupakan instrumen kontrol bagi ketepatan atau
kekurangan suatu peraturan per uu. Putusan –putusan tersebut merupakan masukan
bagi pembaharuan atau penyempurnaan peraturan per-uu-an
3. Penegakan hukum merupakan dinamisator peraturan
per-uu –an. Melalui putusan dalam rangka
penegakan hukum, peraturan per uu menjadi hidup dan diterapkan sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Bahkan peraturan yang kurang baik akan
tetap mencapai sasaran di tangan penegak hukum yang baik.
Meskipun ada persamaan dalam lingkup utama, tetapi corak dan isi politik hukum dapat dibeda - bedakan antara
yang satu dengan yang lain. Jangankan antara negara yang berbeda, politik hukum
negara tertentu pun dapat berbeda dari waktu. Perbedaan tersebut timbul karena
berbagai faktor antara lain :
1. Dasar dan corak politik
hukum
Hukum / uu – produk politik (DPR, Pemerintah), akan
mencerminkan berbagai pemikiran dan kebijaksanaan politik yang paling
berpengaruh dalam negara yng bersangkutan.Pikiran/kebijakan tersebut dapat
bersumber pada ideologi tertentu, kepentingan tertentu atau tekanan sosial yang
kuat dari masyarakat.
Politik hukum negara
sosialis >< Liberalis
Politik hukum Negara
demokrasi >< totaliter
2. Tingkat perkembangan
masyarakat
Masyarakat agraris :
tanah merupakan faktor dominan
Masyarakat industri : SDM
cakap/trampil yag utama.
3. Susunan Masyarakat
Politik masyarakat
homogen – tidak sama dengan masyarakat heterogen
Masyarakat homogen : serba
menyamakan/unifikasi
Masyarakat heterogen :
tidak dapat unifikasi , terutama untuk lapangan yang berhubungan dengan agama, kekeluargaan.
4. Pengaruh global
Politik hukum tak dapat semata – mata
melindungi kepentingan nasional, tetapi juga kepentingan global (lintas
negara). Misalnya tentang hak CPM.
Politik Hukum merupakan pengakuan
akan eksistensi hukum.
Bahwa di dalam kehidupan masyarakat, hukum itu mutlak adanya. Hukum sebagai
sarana ”means” untuk mencapai tujuan tertentu.
Jadi tujun harus jelas meskipun
awalnya masih bersifat umum.
Negara bukan satu – satunya
badan/lembaga yang mejalankan politik hukum sebab dalam masyarakat banyak terdapat ”Center of Power”.
Fungsi hukum esensial bagi
ketahanan Masyarakat.
Bila hukum tak berfungsi, maka
masyarakat kehilangan daya tahannya, dengan akibat terjadi kekacauan terus
menerus.
Tindakan penertiban masyarakat
harus menghiraukan hukum.
Dalam jangka pendek mungkin hukum
dapat tidak dihiraukan sebagai tindakan darurat, namun dalam jangka panjang
dapat fatal akibatnya.
Tidak mudah memahami pelaksanaan
politik hukum
Perlu dibedakan pelaksanaan di
berbagai bidang hukum seperti HTN, HAN, Hk. Pidana, Hk. Perdata. Pelaksanaannya
tidak sama, dalam arti kabar kebijaksanaan politik, ada yang sangat menonjol,
ada yang kurang. Misal HTN politiknya sangat berperan, sedangkan hukumnya
berfungsi sebagai/wujud rumusan kebijaksanaan politik tersebut.
Di bidang HAN, politik hukumnya
sangat menonjol
Public policy mencampuri hampir
semua permasalahan hidup masyarakat. Campur tangan pemerintah mempunyai dua
segi (a) membawa manfaat, tetapi juga (b) pengurangan terhadap hak asasi warga
masyarakat.
Kedudukan pemerintah makin
dominan, posisi warga masyarakat makin tergantung.
Perlu evaluasi terhadap tindakan
melawan hukum pemerintah.
Penyalahgunaan kewenangan – perlu
pengaturan untuk perlindungan hukum bagi masyarakat.
Pembicaraan politik hukum
sebagaian besar di bidang HAN karena :
1. Sifat HAN, pembentukan
norma – norma yng mengandung politik hukum/public policy tidak dapat ditentukan
sekaligus . Berbeda dengan HTN, HK. Pidana, Hk. Perdata, yang normanya lebih
konkrit. Dalam HAN normanya abstrak umum misalnya , UU ganggguan (HO) berlaku
bagi perusahaan – perusahaan yang sifatnya tidak sama. Konkritisasi dalam surat
ijin yang dikeluarkan oleh pejabat administrasi harus dilalui tahap – tahap secara berjenjang,
penentuan norma – norma dari umum abstrak-individual konkrit.
2. Sebagain besar hukum yang
ada di dalam negara adalah HAN.
Hukum ini berkembang
sangat pesat karena pemerintah dituntut untuk makin luas peranannya dalam
menentukan kebijaksanaan dalam berbagai urusan masyarakat.
Di bidang hukum pidana pada
umumnya meliputi :
a. kriminalisasi – syarat-syaratnya apa
b. Pemberatan pidana
Di bidang Hukum Perdata
Apakah politik hukum dapat dilaksanakan ? Mengingat
hukum perdata sebagai hukum privat – domein masyarakat. Pemerintah jangan
mencampuri. Dalam perkembangan politik hukum dijalankan secara selektif,
misalnya : syarat kawin.
Politik hukum selalu mengiringi
kebijaksanaan pemerintah untuk secara selektif memberi bingkai legalitas.
Pendapat lama bahwa apabila sudah
dikeluarkan uu, kemudian disediakan anggaran untuk melaksanakannya hasilnya
akan dicapai.
Pendapat baru bila uu sudah
diundangkan dan mulai berlaku justru di sinilah persoalan –persoalan muncul,
baik yang sudah diperkirakan maupun yang belum diperkirakan.
Politik dalam arti formal
terbatas pada satu tahap yaitu menuangkan kebijaksanaan pemerintah dalambentuk
produk hukum – legislatif drafting.
Politik hukum dalam arti
materiil meliputi legislatif drafting, legal executing, legal review, dan legal
planning.
POLITIK
HUKUM NASIONAL
Politik Hukum Nasional adalah
kebijakan dasar penyelenggaraaan negara dalam bidang hukum yang telah berlaku ,
sedang berlaku dan akan berlaku, yang bersumber dari nilai – nilai yang berlaku
di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita – citakan, (Pembukaan
UUD 1945 alinea keempat)
Tujuan politik hukum nasional
adalah (1) sebagai suatu alat atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh
pemerintah untuk menciptakan suatu sistem hukum nasional yang diinginkan; (2)
untuk mewujudkan cita – cita bangsa Indonesia.
Sistim Hukum Nasional adalah
sebuah sistem hukum yang dibangun berdasarkan idiologi negara Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945 dan beralaku di seluruh
Indonesia.
Hingga kini kita belum
memiliki sistem hukum nasional yang representatif, oleh sebab itu dalam
pemikiran ke depan banyak usulan – usulan dari berbagai pihak, terutama dari
kampus. Dalam hal ini Arief Sidharta mengusulkan tatanan hukum nasional harus
mengandung (1) Berwawasan kebangsaan dan berwawasan nusantara, (2) mampu
mengakomodasi kesadaran hukum kelompok etnis kedaerahan dan keyakinan
keagamaan, (3) Diharapkan berbentuk tertulis dan terunifikasi: (4) Bersifat
rasional (efisiensi, wajar, kaidah dan nilai); (5) Aturan prosedural yang menjamin transparansi; (6) Responsif terhadap
perkembangan masyarakat. Disamping itu ada rekomendasi dari seminar yang
diselenggarakan di Fakultas Hukum UII Yogyakarta bahwa hukum nasional yang
sedang dibangun haruslah : (1) Berlandaskan Pancasila dan UUD 1945; (2)
Berfungsi mengayomi, menciptakan ketertiban sosial, mendukung pelaksanaan
pembangunan dan mengamankan hasil – hasil dari pembangunan.
Adapun usulan masukan –
masukan dari berbagai pihak agartercipta sebuah tatanan hukum nasional yang
bisa menjamin penyelenggaraan negara dan relasi antara warga negara, pemerintah
dan dunia internasional secara baik. Atau dengan kata lain politik hukum
nasional bertujuan untuk mnciptakan sebuah sistem hukum nasional yang rasional,
transparan, demokratis, otonom dan responsif terhadap perkembangan masyarakat.
Untuk menciptakan hal tersebut tidak mudah,
diperlukan kerjasama berbagai pihak (pemerintah, partai politik dan masyarakat)
guna mewujudkannya.
Tata Urutan Peraturan Perundang –
undangan ( UU No.10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang
–undangan)
UUD 1945
UU / PERPU
PP
PERPRES
PERDA
UUD 1945 menempati posisi yang
teratas, sebagai hukum dasar. Setiap materi yang diatur dalam perundangan yang
ada di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan materi yang terdapat dalam UUD
1945. UUD 1945 menentukan garis besar, arah, isi dan bentuk hukum yang akan
diberlakukan di Indonesia. Dengan demikian politik hukum nasional dalam arti
sebagai kebijakan dasar penyelenggaraan negara dalam bidang hukum yang akan,
sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai – nilai yag berlaku di
masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita – citakan, dalam bentuk
tertulis dapat ditemukan dalam UUD 1945.
Sebagai contoh politik hukum nasional dalam bidang kekuasaan
kehakiman yang terdapat dalam UUD 1945 Bab IX setelah mengalami perubahan.
Bunyi pasal 24, 24A, 24B, 24C bila dicermati telah terjadi perubahan yang
radikal dari struktur kekuasaan kehakiman. Yang dulu Mahkamah Agung merupakan
satu – satunya lembaga yang berhak menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman,
setelah terjadi perubahan sebagian kekuasaan diserahkan pada Mahkamah
Konstitusi. Di samping itu telah terjadi perubahan pula adanya lembaga khusus
yang bersifat mandiri, yang tadinya tidak kenal, yaitu Komisi Yudisial
yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Dengan emikian dapat dikatakan
bahwa Pasal 24, 24A, 24B dan 24C merupakan politik hukum di bidang kekuasaa
kehakiman yang terdapat dalam UUD 1945.
Menurut Hamid Attamimi politik
hukum nasional dapat
ditemukan pula pada TAP. MPR. Contoh TAP. MPR . No.IV/MPR/1999 tentang Garis –
garis Besar Haluan Negara. Pada Bab IV disebutkan tentang arah kebijakan bidang hukum yang terjadi dari 10
butir. Bila isi arah kebijakan bidang hukum itu dicermati merupakan politk hukum
nasional yang memuat secara komprehensif berbagai aspek pengembangan budaya hukum, penegakan hukum,
ratifikasi konvensi internasional, peningkatan sumber daya aparat – aparat
hukum, kemandirian lembaga peradilan, pengembangan peraturan perundang –
undangan, HAM, efisiensi proses peradilan dan lain – lain.
Politik hukum nasional dapat juga
ditemukan pada undang – undang, namun tidak setiap undang – undang mengandung
politik hukum, karena lebih
menekankan aspek teknis, dibandingkan sebuah aturan umum yang yang perlu
dirinci lebih jauh. Contoh undang – undang yang mengandung politik hukum
nasional, misalnya UU No.44 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan
Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan UU No.18 Taun 2001 tentang Otonomi
Khusus Propinsi Daerah Istimewa Aceh
sebagai Propinsi Naggroe Aceh
Darussalam.
Lembaga yang berwenang merumuskan
Politik Hukum
1. MPR
MPR yang anggotanya
merupakan gabungan dari DPR dan DPD, produknya dituangkan dalam (1) Penetapan
atau perubahan UUD (2) Ketetapan MPR (dimasa mendatang dimungkinkan Ketetapan
MPR tidak dikenal lagi dalam urutan
peraturan perundang – undangan karena adanya amanat konstitusi agar MPR
melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukumnya. Pasal 1 Aturan
tambahan Perubahan keempat UUD 1945.
2. DPR dan Presiden
DPR merumuskan politik hukum dalam bentuk
undang – undang (lihat Pasal 20 ayat (1) perubahan pertama UUD 1945 yang
mengatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang – undang, ditambah
Pasal 20 A yang mengatakan bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran
dan fungsi pengawasan. Namun demikian menurut Pasal 5 UUD 1945 Presiden juga
berhak mengajukan rancangan undang – undang kepada DPR). Dalam merumuskan
undang – undang perlu kerjasama antara DPR dan Presiden.
UUD yang merupakan produk MPR dan
undang – undang sebagai produk DPR dan Presiden, merupakan aktualisasi dari
kehendak-kehendak politik ekonomi, sosial, budaya, hukum dan lain-lain.
Kehendak atau keinginan ini dapat dari berbagai kalangan, baik muncul pada tingkat suprastruktuk
politik (penyelenggara negara) maupun infrastruktur politik seperti dari partai
politik, kelompok kepentingan (interest group)seperti organisasi profesi,
kelompok penekan (pressure group) seperti lembaga-lembaga swadaya masyarakat,
alat komunikasi politik seperti media massa baik cetak maupun elektronik dan
tokoh politik.
Suprastruktur politik yang
mempunyai wewenangan merumuskan politik hukum hanya MPR, DPR dan Presiden.
Keinginan-keinginan baik yang bersifat politik, ekonomi, sosial, budaya dan
lain-lain yang muncul dari tingkat infrastuktur politik selanjutnya
dperdebatkan dan mengalami kristalisasi pada tingkat suprastruktur politik yang selanjutnya outputnya berupa
rumusan politik hukum baik yang ada dalam UUD (merupakan produk MPR) atau
Undang-Undang (merupakan produk DPR dan Presiden)
STRATEGI
PEMBANGUNAN HUKUM
Ada dua strategi :
1. Strategi Pembangunan
Hukum Ortodoks : adanya peran besar (dominan) dari Pemerintah dalam menentukan
arah pembangunan hukum.
2. Strategi Pembangunan
Hukum Responsif : adanya partisipasi masyarakt secara luas dan kedudukannya
relatif bebas.
Bagaiman Kondisi di Indonesia?
Strategi pembangunan hukum dapat
dikatakan ortodoks, apabila bersifat kaku, kurang terbuka bagi perubahan,
kurang tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
Yang diperlukan adalah strategi
pembangunan hukum yang responsif-progresif, untuk itu :
1. Perlu memperhatikan
kelompok lapisan bawah yang jumlahnya cukup besar dan benar-benar
memperjuangkan kepentingan-kepentingan mereka .
2. Memperbesar akses
masyarakat ke Lembaga Pengadilan.
3. Lembaga sosial
non-pemerintah (seperti LBH, LSM dan lain-lain) meningkatkan perannya,
bersamaan dengan itu merencanakan litigasi baru, merangsan pula untuk
mendirikan lembaga baru, seperti arbitrase-menjembatani masyarakat-pemerintah.
4. Untuk menunjang hal di atas nomor 3 baik pemerintah
dan swasta mengadaka penelitian untuk pembangunan hukum yang efektif.
No.
|
Perihal
|
Tipe menindas
|
Tipe Otonom
|
1.
|
Tujuan Hukum
|
Ketertiban
|
Kesahan
|
2.
|
Legitimasi
|
Pertahanan Sosial dari Raison d’etat
|
Menegakkan Prosedur
|
3.
|
Peraturan
|
Kasar dan Terperinci ; tetapi hanya mengikat
pembuat peraturan secara lemah
|
Sangat Terurai; mengikat pembuat maupun mereka
yang diatur
|
4.
|
Panalaran
|
Ad hoc; sesuai keperluan dan partikularistik
|
Mangikat diri secara ketat kepada hukum; peka
terhadap formalisme dan legalisme
|
5.
|
Diskresi
|
Merata; Oportunistik
|
Dibatasi oleh peraturan – peraturan;
pendelegasian sangat terbatas
|
6.
|
Pemaksaan
|
Luas sekali; pembatasannya lemah
|
Dikontrol oleh pembatasan – pembatasan hukum
|
7.
|
Moralitas
|
Moralitas komunal ; moralitas hukum; moralitas
pemaksaan
|
Moralitas kelembagaan, yaitu diikat oleh
pemikiran tentang integritas dari proses hukum
|
8.
|
Kaitan Politik
|
Hukum ditundukkan kepada politik kekuasaan
|
Hukum bebas dari politik; pemisahan kekuasaan
|
9.
|
Harapan terhadap Kepatuhan
|
Tidak Bersyarat; ketidakpatuhan dengan begitu
saja dianggap menyimpang
|
Bertolak dari peraturan yang sah, yaitu menguji
kesahan UU, peraturan
|
10.
|
Partisipasi
|
Tunduk dan patuh; kritik dianggap tidak loyal
|
Dibatasi oleh prosedur yang ada; munculnya
kritik hukum
|
Sumber : diadaptasi dari Satjipto rahardjo (1985)
Identitas Hukum Ekonomi Indonesia
Yang menjadi masalah : bagaimana
nilai – nilai demokrasi dan keadilan sosial diterapkan di Indonesia ?
Hukum Ekonomi sebagai perangkat
peraturan mengatur dua hal :
1. Untuk mengatur cara –
cara bagaimana sumberdaya ekonomi dikelola untuk meningkatkan kemakmuran
2. Untuk mengatur secara
adil pengelolaan sumberdaya ekonomi sesuai dengan peran masyarakat yang turut
mengelola sumberdaya ekonomi tersebut.
Pola Kapitalis
1. Penguasaan alat – alat
produksi ditangan sekelompok kecil angota masyarakat.
2. Produksi barang – barang
dan jasa – jasa ditentukan oleh penawaran dan permintaan pasar.
3. Produksi barang – barang
dan jasa – jasa ditujukan untuk mengejar profit yang maksimal.
Indonesia dihadapkan Ek.
Internasional maka tidak lepas dri pengaruh kapitalis, konsekuensinya Indonesia
menjalankan kebijakan hukum ekonomi berwatak kaptalis, ciri – cirinya :
1.
Perangkat peraturan yang menfasilitasi pertumbuhan
ekonomi nasional mempercepat investasi diberbagai bidang.
2.
Perangkat peraturan disusun untuk meratakan hasil pertumbuahan ekonomi menurut cara
– cara dalam sistem ekonomi kapitalis.
Contoh : Pasar Modal –
Masyarakat dapat membeli saham ( hanya untuk masyarakat yang berkecukupan).
No.
|
Periode
|
Konfigurasi Politik
|
Kecenderungan Karakter Produk
Hukum
|
||
Pemilu
|
Pemda
|
Agraria
|
|||
1.
|
1945 – 1959 (Demokrasi Liberal)
|
Demokratis
|
Responsif
|
Responsif
|
Responsif
|
2.
|
1959 – 1966 (Demokarsi
Terpimpin)
|
Otoriter
|
-
|
Ortodoks / Konservatif / elitis
|
Responsif (dengan alasan
tertentu)
|
3.
|
1966 – 1998 (Orde baru)
|
Otoriter
|
Ortodoks / konservatif/ elitis
|
Ortodoks / Konservatif / elitis
|
Ortodoks / Konservatif / elitis
(parsial)
|
No comments :
Post a Comment