MAKALAH
HUKUM PERJANJIAN
Disusun Oleh:
1.Marliana Yeni P :
13187205042
3.Yeni Nur afifah : 13187205033
4.Siti Komariyah : 13187205037
STKIP PGRI
TULUNGAGUNG
JL.Mayor Sujadi Timor No.07 Tulungagung
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan rasa syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala Puji bagi Allah, rahmat dan salam untuk Muhammad Rasul pilihan, saya
sebagai penyusun makalah telah berhasil dalam Menyusun makalah dari mata kuliah
Aspek Hukum Perdata tentang materi mengenai HUKUM PERJANJIAN , yang dapat diselesaikan semata-mata atas
kehendak-NYA dan rahmat cinta-kasihNYA yang berlimpah-limpah. Dalam makalah ini
juga akan dipelajari atau membahas secara keseluruhan tentang Hukum Perjanjian.
Saya berupaya dalam penyusunan makalah ini untuk memberi sedikit penjelasan dan pandangan tentang lebih jauh tentang Hukum Perjanjian, maupun penjelasan tentang latar belakang terjadinya Hukum Perjanjian di Indonesia secara umum, dan upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup masyarakat yang kurang pengetahuan tentang Hukum Perjanjian di Indonesia.
Saya berupaya dalam penyusunan makalah ini untuk memberi sedikit penjelasan dan pandangan tentang lebih jauh tentang Hukum Perjanjian, maupun penjelasan tentang latar belakang terjadinya Hukum Perjanjian di Indonesia secara umum, dan upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup masyarakat yang kurang pengetahuan tentang Hukum Perjanjian di Indonesia.
Saya
berharap mudah-mudahan makalah ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya,dan
bisa menjadi tolak ukur kita terhadap dunia sosial sebaik mungkin.
Billahit taufiq wal hidayah Wassalaamu`alaikum wr.wb.
Billahit taufiq wal hidayah Wassalaamu`alaikum wr.wb.
Tulungagung,04 Oktober 2014
Tim penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
Latar
Belakang……………………………………………………………,,,,..3
Rumusan
Masalah……………………………………………………………5
Tujuan………………………………………………………………….……..5
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian hukum
perjanjian…………………………………………6
B.
Macam-macam
perjanjian………………………………………….…9
C.
Proses terjadinya hukum
perjanjian…………………………………12
D.
Struktur
perjanjian………………………………….…………………13
E.
Alasan Diciptakan Hukum Perjanjian…………………………………..13
F.
Syarat
sahnya perjanjian……………………………..…………………14
G.
Saat
lahirnya perjanjian…………………………..……………………..15
H.
Kelalaian……………………………………………………..…………17
I.
Hapusnya
perjanjian……………………………………………….……17
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………………………21
Saran………………………………………………………………………..22
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang
kemudian diterjemahkan oleh Prof. R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio menjadi
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)[10] bahwa mengenai hukum perjanjian
diatur dalam Buku III tentang Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan
memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku
terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu. Sedangkan menurut teori ilmu
hukum, hukum perjanjian digolongkan kedalam Hukum tentang Diri Seseorang dan
Hukum Kekayaan karena hal ini merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang
untuk bertindak serta berhubungan dengan hal-hal yang diatur dalam suatu
perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang dinilai dengan uang. Keberadaan suatu
perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak terlepas
dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian/kontrak
seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPer, antara lain sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Dengan dipenuhinya empat syarat
sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat
secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.
B.RUMUSAN MASALAH
A.
Apa Pengertian hukum
perjanjian ?
B.
Sebutkan Macam-macam perjanjian ?
C.
Bagaimana Proses terjadinya hukum
perjanjian ?
D.
Bagaimana Struktur perjanjian ?
E.
Alasan apa Diciptakan Hukum Perjanjian ?
F.
Sebutkan Syarat sahnya perjanjian ?
G.
Kapan Saat lahirnya perjanjian ?
H.
Apa yang dimaksud Kelalaian ?
I.
Sebutkan cara menghapusnya perjanjian ?
C.TUJUAN MASALAH
A.
Agar mengetahui Pengertian hukum
perjanjian .
B.
Agar mengetahui Macam-macam perjanjian.
C.
Agar mengetahui Proses terjadinya hukum
perjanjian.
D.
Agar mengetahui Struktur perjanjian.
E.
Agar mengetahui Diciptakan Hukum Perjanjian.
F.
Agar mengetahui Syarat sahnya perjanjian.
G.
Agar mengetahui Saat lahirnya perjanjian.
H.
Agar mengetahui Kelalaian.
I.
Agar mengetahui cara menghapusnya perjanjian.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian hukum perjanjian
Istilah hukum perjanjian atau
kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan
dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscomsrecht.
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada
seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan anatara dua orang
tersebut yang dinamakan perikatan.
1. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Ketentuan pasal ini sebenarnya
kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan
itu adalah seperti diuraikan di bawah ini:
a) Hanya
menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
b) Kata
perbuatan mencakup juga tanpa consensus.
c) Pengertian
perjanjian terlalu luas.
d) Tanpa
menyebut tujuan.
e) Ada bentuk
tertentu, lisan dan tulisan.
f) Ada syarat-
syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
Ø syarat
ada persetujuan kehendak
Ø syarat
kecakapan pihak- pihak
Ø ada
hal tertentu
Ø ada
kausa yang halal
2. Menurut Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditunjukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
Perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditunjukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
3. Menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
Pengertian perjanjian internasional,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Konvensi Wina 1969, perjanjian internasional adalah perjanjian yang
diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untu mengadakan
akibat-akibat hukum tertentu.
b. Konvensi Wina 1986,
Perjanjian internasional sebagai persetujuan internasional yang diatur menurut
hukum internasional dan ditanda tangani dalam bentuk tertulis antara satu
negara atau lebih dan antara satu atau lebih organisasi internasional,
antarorganisasi internasional.
c. UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri,
perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun yang
diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah RI
dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subjek hukum
internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah RI
yang bersifat hukum publik.
d. UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional, perjanjian internasional adalah
perjanjian dalam bentukdan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional
yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum
publik.
e. Oppenheimer-Lauterpact,
Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan
hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakan.
f. Dr. B. Schwarzenberger,
Perjanjian internasional adalah persetujuan antara subjek hukum internasional
yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional,
dapat berbentuk bilateral maupun multilateral. Adapun subjek hukum yang
dimaksud adalah lembaga-lembaga internasional dan negara-negara.
g. Prof. Dr. Muchtar Kusumaatmaja, S.H. LLM,
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antarbangsa yang
bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat tertentu.
Kerjasama
internasional secara hukum diwujudkan dalam bentuk perjanjian internasional,
yaitu negara-negara dalam melaksanakan hubungan atau kerjasamanya membuat
perjanjian internasional. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, disimpulkan
bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan oleh
subjek-subjek hukum internasional dan mempunyai tujuan untuk melahirkan
akibat-akibat hukum tertentu.
Perjanjian
antarbangsa atau yang sering disebut sebagai perjanjian internasional merupakan
persetujuan internasional yang diatur oleh hubungan internasional serta
ditandatangani dalam bentuk tertulis. Contoh perjanjian internasional
diantaranya adalah antarnegara atau lebih, antarorganisasi internasional atau
lebih, dan antarorganisasi internasional.
Perjanjian
internasional pada hakekatnya merupakan suatu tujuan atau agreement. Bentuk
perjanjian internasional yang dilakuka antarbangsa maupun antarorganisasi
internasional ini tidak harus berbentuk tertulis. Dalam perjanjian
internasional ini ada hukum yang mengatur perjanjian tersebut. Dalam perjanjian
internasional terdapat istilah subjek dan obyek. Yang dimaksud subjek
perjanjian internasional adalah semua subjek hukum internasional, terutama negara
dan organisasi internasional. Sedangkan yang dimaksud dengan obyek hukum
internasional adalah semua kepentingan yang menyangkut kehidupan masyarakat
internasional, terutama kepentingan ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
B. Macam-macam Perjanjian
Jenis –jenis Perjanjian
1) Perjanjian
timbal balik dan perjanjian sepihak, perjanjian sepihak adalah perjanjian yang
memberikan kewajibannya kepada satu pihak dan hak kepada satu pihak dan hak
kepada pihak lainnya, misalkan hibah.
2) Perjanjian
percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
3) Perjanjian
bernama dan tidak bernama
4)
Perjanjiankebendaan dan perjanjian obligatoir
5) Perjanjian
konsensual dan perjanjian real
Macam-macam
perjanjian internasional
Perjanjian
internasional sebagai sumber formal hukum internasional dapat diklasifikasikan
sebagai berikut.
1. Berdasarkan Isinya
v Segi
politis, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian.
v Segi
ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan.
v Segi
hukum
v Segi
batas wilayah
v Segi
kesehatan.
Contoh :
v NATO,
ANZUS, dan SEATO
v CGI,
IMF, dan IBRD
2. Berdasarkan Proses/Tahapan
Pembuatannya
Perjanjian
bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan, penandatanganan, dan
ratifikasi.Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan
dan penandatanganan.
Contoh :
v Status
kewarganegaraan Indonesia-RRC, ekstradisi.
v Laut
teritorial, batas alam daratan.
v Masalah
karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS.
3. Berdasarkan Subjeknya
Perjanjian
antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum
internasional.
Perjanjian
internasional antara negara dan subjek hukum internasional lainnya.Perjanjian
antarsesama subjek hukum internasional selain negara, yaitu organisasi
internasional organisasi internasional lainnya.
Contoh :
Perjanjian antar
organisasi internasional Tahta suci (Vatikan) dengan organisasi MEE.Kerjasama
ASEAN dan MEE.
4. Berdasarkan Pihak-pihak yang
Terlibat
Perjanjian
bilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh dua pihak. Bersifat khusus (treaty
contact) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan kedua negara
saja. Perjanjian ini bersifat tertutup, yaitu menutup kemungkinan bagi pihak
lain untuk turut dalam perjanjian tersebut.
Perjanjian Multilateral,
adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak pihak, tidak hanya mengatur
kepentingan pihak yang terlibat dalam perjanjian, tetapi juga mengatur hal-hal
yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat terbuka yaitu memberi kesempatan
bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian tersebut, sehingga
perjanjian ini sering disebut law making treaties.
Contoh
:Perjanjian antara Indonesia dengan Filipina tentang pemberantasan dan
penyelundupan dan bajak laut, perjanjian Indonesia dengan RRC pada tahun 1955
tentang dwi kewarganegaraan, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan
Singapura yang ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampaksiring, Bali.
Konvensi
hukum laut tahun 1958 (tentang Laut teritorial, Zona Bersebelahan, Zona Ekonomi
Esklusif, dan Landas Benua), konvensi Wina tahun 1961 (tentang hubungan
diplomatik) dan konvensi Jenewa tahun 1949 (tentang perlindungan korban
perang).
Konvensi
hukum laut (tahun 1958), Konvensi Wina (tahun 1961) tentang hubungan
diplomatik, konvensi Jenewa (tahun 1949) tentang Perlindungan Korban Perang.
5. Berdasarkan Fungsinya
Law
Making Treaties / perjanjian yang membentuk hukum, adalah suatu perjanjian yang
meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat
internasional secara keseluruhan (bersifat multilateral).
Treaty
contract / perjanjian yang bersifat khusus, adalah perjanjian yang menimbulkan
hak dan kewajiban, yang hanya mengikat bagi negara-negara yang mengadakan
perjanjian saja (perjanjian bilateral).
Contoh :Perjanjian
Indonesia dan RRC tentang dwi kewarganegaraan,
akibat-akibat yang timbul dalam perjanjian tersebut hanya mengikat dua negara
saja yaitu Indonesia dan RRC.
Perjanjian
internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional positif, karena
lebih menjamin kepastian hukum. Di dalam perjanjian internasional diatur juga
hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum
internasional (antarnegara). Kedudukan perjanjian internasional dianggap sangat
penting karena ada beberapa alasan, diantaranya sebagai berikut :
1. Perjanjian internasional
lebih menjamin kepastian hukum, sebab perjanjian internasional diadakan secara
tertulis.
2. Perjanjian
internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama diantara para subjek
hukum internasional.
C. Proses
Terjadinya Hukum Perjanjian
Hukum perjanjian merupakan suatu yang
terbentuk dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang akan terkait
didalamnya.Berikut akan dijelaskan proses terjadinya atau bagaimana terjadinya
hukum perjanjian.Berikut ini akan dijelaskan bagaimana proses terbentuknya
hukum perjanjian.
Hukum perjanjian
terbentuk dengan beberapa asas-asas perjanjian.
1.Asas Itikad Baik
Dalam konteks ini,yang dimaksud dengan itikad baik adalah hukum perjanjian
tersebut dibentuk dengan suatu tujuan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah
pihak.Yang diharapkan disini adalah kedua belah pihak memberikan seluruh
kemampuan,usaha dan prestasi mereka sesuai dengan yang tertera di dalam surat
perjanjia.
2.Asas Konsensualitas
Dalam konteks ini,maksdunya adalah perjanjian tersebut sudah dinyatakan sah
oleh kedua belah pihak dan bukan merupakan suatu perjanjian yang bersifat
formalitas belaka.
3.Perjanjian Berlaku sebagai Undang-undang
Dalam konteks ini,maksudnya adalah perjanjian yang telah dibuat dan sudah
disahkan dianggap sebagai acuan yang mengikat kedua belah pihak untuk bertindak
sesuai isi perjanjian.
4.Asas Kepribadian
Dalam konteks ini,maksudnya adalah perjanjian tersebut dibuat hanya mengaitkan
kedua belah pihak saja dan tidak ada pihak ketiga yang dirugikan akibat
perjanjian tersebut.
5.Kebebasan Berkontrak
Menyangkut:
1.Kebebasan
untuk membuat atau tidak membuat perjanjian
2.Kebebasan
untuk memilih dengan siapa akan melakukan perjanjian
3.Kebebasan
untuk menetukan obyek perjanjian
4.Kebebasan
untuk menentukan bentuk perjanjian
Apabila azas-azas diatas telah terpenuhi,maka hukum perjanjian dapan dapat
dilaksanakan dengan membuat surat perjanjian yang melampirkan identitas kedua
belah pihak dan obyek perjanjian,dan tidak lupa dilengkapi dengan materai
.Apabila obyek perjanjian menyangkut masalah seperti warisan atau jual beli
tanah,maka pengesahannya dilakukan dengan melibatkan notaries.
D. STRUKTUR PERJANJIAN
Struktur
atau kerangka dari suatu perjanjian, pada umumnya terdiri dari:
1.
Judul/Kepala
2.
Komparisi yaitu berisi keterangan-keterangan mengenai para
pihak atau atas permintaan siapa perjanjian itu dibuat.
3.
Keterangan pendahuluan dan uraian singkat mengenai maksud
dari para pihak atau yang lazim dinamakan “premisse”.
4.
Isi/Batang Tubuh perjanjian itu sendiri, berupa
syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang disetujui oleh
pihak-pihak yang bersangkutan.
5.
Penutup dari Perjanjian.
E. Alasan Diciptakan Hukum Perjanjian
Karena
kita dapat membayangkan resiko apa yang akan terjadi pada transaksi pinjam
meminjam apabila tidak ada perjanjian yang jelas.Salah satu kemungkinan yang
akan terjadi adalah salah satu pihak akan mangkir dari tanggung jawab untuk
membayar kewajibannya.Inilah salah satu penyebab mengapa dikeluarkannya hukum
perjanjian.Hukum perjanjian dikeluarkan dengan tujuan agar semua proses
kerjasama yang terjadi dapat berjalan dengan lancar dan untuk mengurangin
resiko terjadinya penipuan atau hal apapun yang beresiko merugikan salah satu
pihak.Peranan hukum disini adalah sebagai pengatur atau sebagai penunduk para
pelaku hukum agar tetap bertindak sesuai peraturan yang telah ditentukan,dan
tentunya peraturan yang dimaksud adalah peraturan yang berlandaskan UUD.contohnya Pasal 13 ayat 20 KUH Perdata mengenai
syarat-syarat sahnya perjanjian.
F. Syarat Sahnya Perjanjian
Perjanjian
yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh
undang- undang, sehingga ia diakui oleh hukum (legally concluded contract).
Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syarat- syarat sah perjanjian adalah
sebagai berikut:
1) Ada
persetujuan kehendak antara pihak- pihak yang membuat perjanjian (consensus)
2) Ada kecakapan
pihak- pihak untuk membuat perjanjian (capacity)
3) Ada suatu hal
tertentu (a certain subject matter)
4) Ada suatu
sebab yang halal (legal cause)
Berdasarkan
ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian
dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 (empat) syarat komulatif. Keempat
syarat untuk sahnya perjanjian tersebut antara lain :
1. Sepakat
diantara mereka yang mengikatkan diri. Artinya para pihak yang membuat
perjanjian telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi yang
diperjanjikan. Dan kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila diberikan karena
kekeliruan, kekhilafan, paksaan ataupun penipuan.
2. Kecakapan untuk
membuat suatu perikatan. Arti kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah
bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, yakni sesuai dengan
ketentuan KUHPerdata, mereka yang telah berusia 21 tahun, sudah atau pernah
menikah. Cakap juga berarti orang yang sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan
tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu
perbuatan tertentu. Dan orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk melakukan
perbuatan hukum yaitu : orang-orang yang belum dewasa, menurut Pasal 1330
KUHPerdata jo. Pasal 47 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan;
orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, menurut Pasal 1330 jo. Pasal 433 KUPerdata;
serta orang-orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan
hukum tertentu seperti orang yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan.
3. Suatu Hal Tertentu.
Artinya, dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga
hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.
4. Suatu Sebab Yang Halal.
Artinya, suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal yang tidak
bertentangan dengan ketentuan Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
yaitu : • Tidak bertentangan dengan ketertiban umum; • Tidak bertentangan
dengan kesusilaan; dan • Tidak bertentangan dengan undang-undang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, syarat kesatu
dan kedua dinamakan syarat subjektif, karena berbicara mengenai subjek yang
mengadakan perjanjian, sedangkan ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif,
karena berbicara mengenai objek yang diperjanjikan dalam sebuah perjanjian.
Dalam perjanjian bilamana syarat-syarat subjektif tidak terpenuhi maka
perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak
cakap atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Selama tidak
dibatalkan, perjanjian tersebut tetap mengikat. Sedangkan, bilamana
syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum.
Artinya batal demi hukum bahwa, dari semula dianggap
tidak pernah ada perjanjian sehingga tidak ada dasar untuk saling
menuntut di pengadilan.
G. Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan
Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang
dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan.
Pada
umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang
dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak
antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa
yang disepakati.
Mariam
Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak
yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan
pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang
menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi
pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang
akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan
kontrak/perjanjian.
Ada beberapa
teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori
Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
H. Kelalaian/Wanprestasi
Kelalaian atau Wanprestasi adalah
apabila salah satu pihak yang mengadakan perjanjian, tidak melakukan apa yang
diperjanjikan.
Kelalaian/Wanprestasi yang dilakukan
oleh salah satu pihak dapat berupa empat macam, yaitu:
v Tidak melaksanakan isi perjanjian.
v Melaksanakan isi perjanjian, tetapi
tidak sebagaimana dijanjikan.
v Terlambat melaksanakan isi
perjanjian.
v Melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukannya.
I. Hapusnya Perjanjian
Hapusnya suatu perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai
berikut.
a. Pembayaran
Adalah setiap pemenuhan hak dan
kewajiban para pihak dalam perjanjian secara sukarela. Berdasarkan pasal
1382 KUH Perdata dimungkinkan menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang.
Menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang dinamakan subrogatie. Mengenai
subrogatie diatur dalam pasal 1400 sampai dengan 1403 KUH Perdata. Subrogatie dapat
terjadi karena pasal 1401 KUH Perdata dan karena Undang-undang (Pasal 1402
KUH Perdata).
b. Penawaran pembayaran tunai
diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau barang pada Panitera
Pengadilan Negeri
Adalah suatu cara pembayaran yang
harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran utang dari
debitur, setelah kreditur menolak pembayaran, debitur dapat memohon kepada
Pengadilan Negeri untuk mengesahkan penawaran pembayaran itu yang diikuti
dengan penyerahan uang atau barang sebagai tanda pelunasan atas utang debitur
kepada Panitera Pengadilan Negeri.
Setelah penawaran pembayaran itu
disahkan oleh Pengadilan Negeri, maka barang atau uang yang akan dibayarkan
itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri, dengan
demikian hapuslah utang piutang itu.
c. Pembaharuan utang
atau novasi
Adalah suatu pembuatan perjanjian
baru yang menggantikan suatu perjanjian lama. Menurut Pasal 1413 KUH
Perdata ada 3 macam cara melaksanakan suatu pembaharuan utang atau novasi, yaitu
yang diganti debitur, krediturnya (subyeknya) atau obyek dari perjanjian itu.
d. Perjumpaan utang atau
Kompensasi
Adalah suatu cara
penghapusan/pelunasan utang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan
utang piutang secara timbal-balik antara kreditur dan debitur. Jika
debitur mempunyai suatu piutang pada kreditur, sehingga antara debitur dan
kreditur itu sama-sama berhak untuk menagih piutang satu dengan lainnya.
Menurut pasal 1429 KUH Perdata,
perjumpaan utang ini dapat terjadi dengan tidak membedakan darimana sumber
utang-piutang antara kedua belah pihak itu telah terjadi, kecuali:
(i) Apabila penghapusan/pelunasan itu dilakukan
dengan cara yang berlawanan dengan hukum.
(ii) Apabila dituntutnya pengembalian barang
sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan.
(iii) Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada
tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tak dapat disita (alimentasi).
e. Percampuran utang
Adalah apabila kedudukan sebagai
orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul pada satu
orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dengan mana
utang-piutang itu dihapuskan, misalnya: debitur menikah dengan krediturnya,
atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh krediturnya.
f. Pembebasan utang
Menurut pasal 1439 KUH Perdata,
Pembebasan utang adalah suatu perjanjian yang berisi kreditur dengan sukarela
membebaskan debitur dari segala kewajibannya.
g. Musnahnya barang yang
terutang
Adalah jika barang tertentu yang
menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang,
hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah
perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berutang
dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
h. Batal/Pembatalan
Menurut pasal 1446 KUH Perdata
adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat antara kedua belah pihak
yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim, bila
salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu tidak memenuhi syarat subyektif
yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian.
Menurut Prof. Subekti
permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi
syarat subyektif dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu:
(i) Secara aktif
menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim;
(ii) Secara pembelaan
maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi
perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.
i. Berlakunya suatu syarat batal
Menurut pasal 1265 KUH Perdata,
syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan
perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah
tidak penah terjadi perjanjian.
j. Lewat waktu
Menurut pasal 1946 KUH Perdata,
daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau
untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan
atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Dalam pasal 1967 KUH Perdata
disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan, maupun
yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga
puluh tahun. Dengan lewatnya waktu tersebut, maka perjanjian yang telah
dibuat tersebut menjadi hapus.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Salah
satu bentuk hukum yang berperan nyata dan penting bagi kehidupan masyarakat
adalah Hukum Perjanjian.Hukum
perjanjian merupakan hukum yang terbentuk akibat adanya suatu pihak yang
mengikatkan dirinya kepada pihak lain.Atau dapat juga dikatan hukum perjanjian
adalah suatu hukum yang terbentuk akibat seseorang yang berjanji kepada orang
lain untuk melakukan sesuatu hal.Dalam hal ini,kedua belah pihak telah
menyetujui untuk melakukan suatu perjanjia tanpa adanya paksaan maupun
keputusan yang hanya bersifat sebelah pihak.
Untuk
memahami dan membentuk suatu perjanjian maka para pihak harus memenuhi syarat
sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPer, yakni syarat subjektif: adanya
kata sepakat
untuk mengikatkan dirinya dan kecakapan para pihak untuk membuat suatu
perikatan, sedangkan syarat objektif adalah suatu hal tertentu dan suatu sebab
yang halal. Oleh sebab itu, dalam melakukan perbuatan hukum membuat suatu
kontrak/perjanjian haruslah pula memahami asas-asas yang berlaku dalam dasar
suatu kontrak/perjanjian antara lain: asas kebebasan berkontrak, asas
konsesnsualisme, asas kepastian hukum/pacta sunt servanda, asas itikad baik dan
asas kepribadian. Dari kelima asas yang berdasarkan teori ilmu hukum tersebut
ditambahkan delapan asas hukum perikatan nasional yang merupakan hasil rumusan
bersama berdasarkan kesepakatan nasional antara lain: asas kepercayaan, asas
persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moralitas, asas
kepatutan, asas kebiasaan dan asas perlindungan. Dengan demikian telah
diketahui bersama mengenai asas-asas yang berlaku secara umum dalam hal
membentuk atau merancang suatu kontrak di dalam kegiatan hukum.
B.SARAN
Bagi
para pihak yang akan membuat atau mengadakan suatu perjanjian/kontrak hendaklah
terlebih dahulu memahami dan mengerti mengenai dasar-dasar suatu perjanjian,
terlebih lagi mengenai asas-asas yang berlaku dalam berkontrak sebelum
menandatangani perjanjian/kontrak tersebut sehingga dapat terhindari hal-hal
yang tidak diinginkan dan terlaksananya tujuan melakukan kontrak. Sangat
disarankan pula bagi para pihak minimal membaca dan mengerti akan kontrak yang
akan ditandatanganinya sehingga jelas akan hak dan kewajiban kedua belah pihak yang
mengikatkan dirinya dalam berkontrak. Umumnya hal ini ditujukan kepada pihak
tertentu yang memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lemah.
DAFTAR PUSTAKA
No comments :
Post a Comment