BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era
globalisasi dan modern sekarang ini, gaya hidup atau life style
merupakan
hal yang sangat penting dan kerap menjadi ajang untuk menunjukkan
identitas
diri. Berbagai macam cara dilakukan orang-orang untuk bisa menunjukkan jati
dirinya
masing-masing, baik itu dari segi cara berpakaian, pola hidup, bahkan sampai ke
perilaku
seksual yang akhir-akhir ini semakin menyimpang dari etika dan norma yang
ada.
Perubahan sosiokultural yang menyertai kemajuan ekonomi di
Indonesia lima
tahun
terakhir ini dapat dilihat dari berkembangnya berbagai gaya hidup dan
diferensiasi
sosial
sebagai fungsi dari perkembangan ekonomi dan industrualisasi. Ada beberapa
kontradiksi
ideologis berkaitan dengan perkembangan gaya hidup tersebut di dalam
masyarakat.
Para pendukung Marxisme misalnya, melihat pembentukan diferensiasi
sosial
dan gaya hidup adalah sebagai akibat dari model relasi produksi kapitalisme
yang
menyimpan
konflik sosial di dalamnya. Sementara para pemikir non Marxis (misalnya
Durkheim,
Parsons, Williamson) melihat diferensiasi dan terbentuknya gaya hidup
tersebut
sebagai suatu yang positif dalam perkembangan masyarakat. Gaya hidup
menurut
mereka, merupakan satu bentuk kreativitas yang diperlukan bagi kemajuan
sosial
dan kultural (Piliang, 2004: 303).
Kontradiksi tersebut juga telah mulai muncul di Indonesia seiring
dengan
perkembangan
berbagai gaya hidup kahir-akhir ini. Kecenderugan tersebut tampaknya 2
akan
tetap mewarnai perkembangan gaya hidup di masa mendatang, yang akan lebih
bersifat
plural, beragam, dan mengambang bebas.
Dapat terlihat
bahwa di dalam suatu pergaulan dibutuhkan aturan-aturan atau
norma-norma
yang terjadi atas kesepakatan bersama dan bertujuan untuk mengindari hal-hal
yang
bersifat negatif. Lingkungan yang pertama kali memperkenalkan individu
kepada
aturan yang berlaku di masyarakat adalah lingkungan keluarga. Keluarga
biasanya
membimbing kita kepada penyelarasan terhadap norma-norma sosial yang
berlaku
di masyarakat dengan tujuan menghindari penolakan sosial dikarenakan
mengenal
aturan-aturan atau norma-norma sosial yang terdapat di masyarakat. Aturan aturan
atau
norma-norma yang berlaku di dalam suatu masyarakat tertentu akan menjadi
suatu
kebiasaan, apalagi bila didukung oleh lingkungan yang setiap hari memberi
contoh.
Dengan
sadar atau tidak sadar kelompok lainnya akan meniru kebiasaan tersebut.
Orientasi
seksual yang berkaitan dengan perasaan dan konsep diri. bagi
kebanyakan
orang, orientasi seksual terjadi pada masa remaja.
Kesamaan
hobi atau aktivitas dapat menyebabkan terbentuknya komunitas. Pada
masa
sekarang ini mudah sekali dijumpai komunitas-komunitas yang terbentuk
berdasarkan
hobi dan aktivitas, sebagai contoh komunitas eksekutif muda yang lebih suka
berkumpul
di kafe, komunitas perkumpulan modifikasi motor, dan lain-lain.
Lesbian
adalah istilah perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada
sesama
perempuan atau disebut juga perempuan yang mencintai perempuan baik secara
fisik,
seksual, emosional atau secara spiritual. Lesbian juga adalah seorang perempuan
yang
memiliki ikatan emosional-erotis dan seksual terutama dengan perempuan atau
yang
melihat
dirinya terutama sebagai bagian dari sebuah komunitas yang mengidentifikasikan
diri
lesbian yang memiliki ikatan emosional-erotis dan seksual dengan perempuan, dan
yang
mengidentifikasikan dirinya seorang lesbian (Adhiati. 2007:26).
Dalam
lesbian dikenal istilah-istilah untuk membedakan apakah lesbian tersebut
selaku
laki-laki yang disebut butch, selaku perempuan yang disebut femme, bisa sebagai
laki-laki
atau perempuan disebut andro dan bukan laki-laki ataupun perempuan yang
disebut
no lebel. Biasanya yang berperan sebagai butch dapat dilihat/dibedakan dari
cara
berpakaiannya
yang cenderung seperti laki-laki. Bahkan mereka sudah merasa seperti 4
laki-laki
baik dalam berpakaian maupun bertingkah laku. Sedangkan femme biasanya
seperti
perempuan-perempuan pada umumnya yang berpenampilan feminin, suka
berdandan
dan tampak seperti perempuan normal. Andro dalam berpakaian lebih
fleksibel,
tergantung dari peran yang dilakoni pada saat itu, apakah dia sebagai
perempuan
atau laki-lakinya. Untuk lesbian no lebel biasanya tidak mempunyai cirri khas
tertentu
dalam berpakaian. Lesbian terpolarisasi menjadi beberapa kelompok, baik
menjadi
kelompok feminis saja, kelompok lesbian saja, kelompok perempuan biasa saja,
atau
bahkan hanya menjadi kelompok lesbian yang mengasingkan diri dari masyarakat
dan
mempunyai kehidupan yang tertutup (atau yang disebut dengan the lesbian in the
closet)
(Brooks. 2009:56).
. Ada
masyarakat yang menerima keberadaan mereka, tapi pada umumnya
masyarakat
belum bisa menerima keberadaan mereka secara langsung. Di Indonesia pada
umumnya
dan di Bali pada khususnya masih banyak yang menganggap kaum
homoseksual
khususnya lesbian itu sebagai penyimpangan seksual dan streotip negatif
terhadap
homoseksual, hal ini disebut homophobia. Penyimpangan yang dimaksud adalah
adanya
kelainan dalam hal seksual, di mana seharusnya laki-laki tertarik terhadap
lawan
jenisnya
yaitu perempuan dan begitu pula seharusnya perempuan pun tertarik terhadap
laki-laki,
namun dalam hal ini terjadi kelainan yaitu dimana perempuan memiliki
ketertarikan
terhadap sesama perempuan dan tidak tertarik terhadap lawan jenisnya yaitu 8
laki-laki
dan begitu juga laki-laki memiliki ketertarikan terhadap laki-laki dan tidak
tertarik
terhadap perempuan.
Dengan melihat
kondisi yang masih ”abu-abu” di dalam masyarakat dalam
penerimaan
terhadap keberadaan komunitas mereka, maka komunitas lesbian khususnya
yang
berada di Kuta mulai melakukan aksi-aksi/kegiatan-kegiatan positif yang
bermanfaat
bagi masyarakat. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka ada, dan juga
mempunyai
kegiatan yang positif, sehingga keberadaan komunitas mereka tidak lagi di
pandang
negatif oleh masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
pertanyaan
yang
dijadikan acuan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1.
Bagaimana eksistensi komunitas lesbian yang terpinggirkan di Kuta?
2.
Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan komunitas lesbian yang terpinggirkan
di Kuta tersebut eksis?
3..
Apa dampak dan makna eksistensi bagi komunitas
lesbian yang terpinggirkan di
Kuta?
1.3 Manfaat
Penelitian
Adapun
kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Manfaat
Teoritis
Secara
teoritis hasil penelitian ini diharapkan :
1.
Dapat menambah khasanah, pengetahuan dalam hal adanya eksistensi
komunitas
lesbian yang terpinggirkan di Kelurahan Kuta.
2. Hasil
penelitian dapat dipakai sebagai referensi peneliti selanjutnya.10
1.3.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan dan
bahan
pertimbangan
bagi kita semua terutama orang tua dan komunitas lesbian khususnya agar
dapat
menghindari dan bahkan mengurangi terjadinya penyimpangan seksual yang sudah
terjadi.
Sehingga bermanfaat dalam menjaga kesinergisan antara kaum lesbian dengan
masyarakat,
agar dapat diterima selayaknya komunitas-komunitas yang lain.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI
DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Beberapa
kajian pustaka yang dijadikan acuan dasar menelaah permasalahan ini
diantaranya,
Pitana (1994) dalam bukunya yang berjudul “ Dinamika Masyarakat dan
Kebudayaan
Bali”, tulisan ini membahas bahwa Pulau Bali diibaratkan gadis cantik yang
ayu,
memikat dan dirindukan banyak orang dipelosok dunia. Tidak mengherankan bila si
gadis
“doperkosa” dengan berbagai macam kepentingan.
Semua
itu terjadi tentu akibat dari gelombang globalisasi yang menghantam dari
waktu
ke waktu dan dari hari ke hari. Gigi globalisasi itu bermata dua, mata yang
satu
menyemburkan
jamu, bedak dan gincu sehingga si gadis menjadi menawan. Tetapi mata
yang
satu lagi menyemburkan bisa, sehingga si gadis menjadi keracunan, kemasukan
virus,
sehingga kulit tubuhnya yang indah dan mulus itu menjadi bercak-bercak bernoda.
Persamaan
dengan penelitian ini adalah, globalisasi yang berpengaruh terhadap
pergeseran
nilai budaya dari masa ke masa, di satu sisi bisa berdampak positif terhadap
perkembangan
jaman, tapi disisi lain bisa juga berdampak negatif karena mengkikis nilai
budaya
ketimuran kita. Perbedaannya adalah disini globalisasi dicap merusak dan
menimbulkan
efek yang kurang baik bagi nilai budaya.
Rahmat
(1997), dalam tulisannya “Generasi di Tengah Arus perkembangan
Informasi”,
tulisan ini membahas tentang pengaruh teknologi informasi komunikasi
mutakhir
pada perubahan perilaku sosial generasi muda. Menurutnya salah satu bentuk 12
ketegangan
dari kemelut yang terjadi akibat penetrasi media adalah hancurnya nilai-nilai
tradisional
dan merembesnya nilai-nilai modernitas yang distruktif. Sementara media
teknologi
informasi komunikasi sarat dengan muatan rangsangan seksual, perilaku
agresif,
konsumerisme dan sekuralisme ikut mewarnai gaya hidup.
Susilo
(Tesis, 2006) dalam tulisannya berjudul “T-shirt sebagai Refrensi Gaya
Hidup
Remaja Kota Medan”, dalam tulisan tersebut membahas tentang penampilan Tshirt
sebagai gaya hidup, senantiasa merefleksikan dirinya sendiri
menjadi identitas idola,
yaitu
refresentasi ideologi konstruksi budaya, asosiasi simbol status sosial, kelas
sosial,
budaya
ber-merk dan ber-lebel pada diri sendiri sebagai fantasi dari ilusi kedustaan.
Jadi
dihubungkan
dengan kajian dalam bentuk persamaannya adalah sama-sama
mengaplikasikan
dalam bentuk tampilan, komunitas lesbian bisa kita bedakan antara
butch
atau femme biasanya dari cara berpakaian mereka.
2.2.1 Komunitas Lesbian
Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme
yang berbagi
lingkungan,
umumnya memiliki ketertarikan yang sama. Dalam komunitas manusia,
individu-individu
di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya,
preferensi,
kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal 19
dari
bahasa Latin communitas yang berarti "kesamaan", kemudian dapat
diturunkan dari
communis
yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak".
Adalah
kelompok organisme (orang dan sebagainya) yang hidup dan saling
berinteraksi
dalam suatu daerah tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1995). Konsep
komunitas
dalam perspektif ilmu sosial dan antropologi mempunyai arti yang dapat
menyempit
dan meluas, walaupun disepakati bahwa faktor ikatan wilayah adalah
merupakan
inti dari konsep komunitas.
2.2.2 Eksistensi
Adalah
keberadaan, wujud yang tampak dari suatu benda yang membedakan
antara
suatu benda dengan benda yang lain ( Tim Prima Pena, 2006:103)
Eksistensi
juga merupakan keadaan berkat kesadarannya manusia mampu
melampaui
situasi-situasi yang melingkarinya, mampu mengatasi apa yang faktum dan
daktum
lengkap dalam proses yang transendensi melampaui pagar-pagar yang membatasi
alam
pengukungnya ( Sutrisno, 2005: 355 ).
2.2.3 Terpinggirkan
Kemunduran
perlahan dalam menyatunya kelas-kelas atau kategori pekerjaan
utama.
Dapat dikatakan juga bahwa terdapat reduksi reduksi kepercayaan (Chirs
Barker,2008).
Berasal dari kata dasar pinggir yang artinya tepi, kemudian menjadi
peminggir(an)
yang artinya perbatasan (negeri dan sebagainya), penduduk di perbatasan.
Pinggiran
berarti tepi, perbatasan (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1995)
2.2.4 Kuta
Kelurahan Kuta,
Kecamatan Kuta Tengah, Kabupaten Badung merupakan salah
satu
kelurahan dari 5 kelurahan yang ada di Kecamatan kuta Tengah, Kabupaten Badung.
Kuta
masih berada dikawasan daerah periwisata yang terkenal dengan pantainya yang
berpasir
putih, dan ombaknya yang menarik untuk berselancar. Sebagian besar wilayah 21
pemanfaatannya
sebagai pemukiman umum penduduk serta akomodasi pariwisata/hotel,
pertokoan
dan perdagangan. Dengan nuansa religius yang sangat kental dalam kehidupan
sosial
budaya yang tinggi disertai budaya yang bermacam-macam, hotel, restaurant dan
cafe,
art shop, penyewaan kendaraan bemotor dan lainnya membawa Kuta menjadi
tujuan
wisata dunia (Profil Kelurahan Kuta 2008).
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Teori Hegemoni
Gramsci menilai
bahwa hegemoni adalah suatu situasi fraksi (golongan,
kumpulan
orang-orang) kelas penguasa menggunakan otoritas sosial dan kepemimpinan
pada
kelas-kelas subordinat melalui kombinasi paksaan dan persrtujuan secara sadar.
Dengan
demikian hegemoni ada dua jenis yakni hegemoni sebagai paksaan dan
hegemoni
sebagai kerelaan.
Tiga
istilah pokok mengidentifikasi bidang-bidang yang berbeda, tetapi saling
berhubungan,
dalam suatu formasi sosial yang membentuk landasan bagi konseptualisasi
hegemoni.
Ketiga istilah ini yang telah disebut di atas adalah : perekonomian, negara dan
masyarakat
sipil. Gramsci memberikan penekanan pada negara atau masyarakat politik
dan
masyarakat sipil, sehingga membedakan karyanya dengan karya-karya para penulis
marxisme
terkemuka yang lain. Penekanan ini tidak mengabaikan perekonomian tetapi 23
berfungsi
untuk membantu marxisme supaya tidak menjadi suatu bentuk ekonomisme,
yaitu
pandangan bahwa landasan ekonomi menentukan pelbagai superstruktur seperti
agama,
politik, seni, hukum atau pendidikan.
2.3.2 Teori Dekonstruksi
Derrida
menggungkapkan dekonstruksi adalah pembongkaran sebuah teks untuk
mencari
tahu dan menunnjukkan asumsi-asumsi yang dipegang oleh teks tersebut. Secara
lebih
khusus dekonstruksi berarti melakukan pembongkaran atas oposisi-oposisi biner
hirarkis,
seperi tulisan/tuturan, realitas/penampakan, alarm/budaya, akal/kegilaan dan
lain-lain,
yang berfungsi menjamin kebenaran dengan menapikkan pasangan yang lebih 24
inferior
dalam masing-masing oposisi biner (Barker, 2005). Derrida mengartikan
dekonstruksi
dengan pembongkaran, pelucutan, penghancuran, penolakan dan berkaitan
dengan penyempurnaan arti semula.Teori ini sangat tepat digunakan
untuk menganalisa tentang bentuk,
fungsi dan hakekat makna dari eksistensi komunitas lesbian yangterpinggirkan di
Kelurahan Kuta.
2.3.3 Teori Feminisme
Adalah bidang
teori dan politik yang mengandung berbagai perspektif dan
preskripsi
yang saling bersaing dalam rangka melakukan tindakan. Namun secara umum,
kita
bisa mengatakan feminisme berpendapat bahwa seks bersifat fundamental dan tidak
dapat
direduksi menjadi poros organisasi sosial, yang pada zamannya, telah
menyubordinasikan
perempuan di bawah laki-laki. Jadi feminisme pada intinya menaruh
perhatian
pada seks sebagai prinsip pengatur hehidupan sosial dimana relasi gender
sepenuhnya
dipengaruhi oleh relasi kekuasaan (Barker,2008).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang akan
digunakan adalah penelitian kualitatif (Moleong,
2001:2). Pendekatan kualitatif digunakan
dalam penelitian ini, mengacu kepada pendapat
Straus dan Corbin (2003:5) yang
mengemukakan bahwa :
“Metode kualitatif dapat digunakan untuk
mengungkap dan memahami sesuatu
dibalik fenomena yang sedikitpun belum
diketahui. Metode ini dapat juga
digunakan untuk mendapatkan wawasan
tentang sesuatu yang baru sedikit
diketahui. Demikian pula metode
kualitatif dapat memberikan rincian yang
kompleks tentang fenomena yang sulit
diungkapkan oleh metode kuantitatif”.
Adapun alasan lain mengapa digunakan
pendekatan kualitatif, juga mengacu
kepada pendapat Schwartz dan Jacobs
(Bruce at al, 1991: 235) yang mengemukakan
bahwa penelitian kualitatif dapat
memahami perilaku sosial karena penelitian ini
“menemukan “definisi situasi” dari
perilaku-yakni persepsinya, dan interpretasinya
tentang realitas dan bagaimana ini
mempengaruhi perilakunya” .
Sesuai dengan sifat pendekatan kualitatif
yang mempunyai fleksibilitas yang
tinggi, dengan mengikuti pola pemikiran
yang bersifat empirical inductive, segala sesuatu
dalam penelitian ini ditentukan dari
hasil akhir pengumpulan data yang mencerminkan
keadaan yang sesungguhnya di lapangan.
Maka, penelitian ini mempunyai karakter
eksploratori, yang menekankan proses
daripada produk.34
3.2
Lokasi Penelitian
Peneliti akan mengambil lokasi
penelitian di Kelurahan Kuta, pertimbangan
penulis mengambil daerah Kuta sebagai
lokasi penelitian adalah
1. Daerah Kuta penduduknya sangat
heterogen antara masyarakat lokal, wisatawan
domestik dan wisatawan asing dengan
berbagai gaya hidup (life style) mereka
masing-masing.
2. Hubungan antara masyarakat lokal,
pendatang dan wisatawan asing cenderung
cuek, tidak seperti di daerah-daerah
lain, karena adanya kecenderungan hubungan
bisnis antara pembeli dan penjual.
3. Di samping itu di kawasan Kuta banyak
terdapat tempat hiburan malam yang
identik dengan tempat berkumpulnya kaum
lesbian, jadi peneliti akan dapat lebih
mudah untuk mencari informasi dan
data-data yang dianggap perlu.
3.3
Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, jenis data yang dipergunakan adalah data
kualitatif. Sumber
data dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu sumber data primer dan sumber data
sekunder. Data primer adalah data yang
diperoleh dari informan dan observasi langsung
ke lapangan, dimana peneliti melakukan
penelitian dengan terlibat langsung dalam
kehidupan sosial komunitas lesbian.
Peneliti ikut secara langsung dalam kegiatankegiatan yang dilakukan komunitas
lesbian, namun keberadaan peneliti dalam hal ini
menekankan pada pengalaman sebagai pihak
luar/orang luar (outsider experrience) dan
pengalaman sebagai orang dalam dengan
melibatkan segala emosi dan perasaan untuk
mendapatkan data yang lebih mendalam
(Spradley,1997: 105-128).35
Di samping data primer, digunakan juga
data sekunder sebagai penunjang yakni
data yang diperoleh dari penelitian
perpustakaan (library research) berupa dokumendokumen, buku-buku (literature),
laporan hasil penelitian, makalah dan artikel dalam
surat kabar yang berkaitan dengan objek
penelitian yang akan mendukung data
dilapangan.
3.4
Teknik Penentuan Informan
Berkenaan dengan
penelitian Eksistensi Komunitas Lesbian yang Terpinggirkan
yang akan dilaksanakan di Kuta, selain
menggali data dari sumber kepustakaan, juga data
diambil dari informan. Informan yang
dimaksud adalah informan yang mengetahui
kondisi tentang informasi mengenai
komunitas lesbian tersebut, ada beberapa informan
yang bisa diwawancarai, yaitu June, Flo
dan Ogut dkk. Penentuan informan dilakukan
secara purposive dan snow balling.
Pemilihan mereka sebagai informan adalah karena
mereka dianggap sebagai perwakilan dari
komunitas lesbian yang terdiri dari berbagai
kalangan dan mempunyai latar belakang
yang berbeda, dan mereka dianggap sebagai
orang yang disegani dan paling luas
jaringannya di dalam komunitas tersebut.
3.5
Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan alat (instrumen) yaitu pedoman
wawancara. Nawawi (1995: 69)
mengemukakan bahwa dalam pengumpulan data
diperlukan alat (instrumen) yang tepat
agar data yang berhubungan dengan masalah dan
tujuan penelitian dapat dikumpulkan
secara lengkap. Menurut Nawawi (1995: 74) dalam
melakukan observasi munculnya
gejala-gejala dalam variabel penelitian harus segera 36
dicatat, meskipun dengan cara paling
sederhana. Catatan yang paling sederhana itu
disebut anekdot, karena bentuknya
sekedar lembaran-lembaran kertas putih atau sebuah
buku catatan. Selama penelitian di
lapangan, data akan dikumpulkan dengan cara
wawancara mendalam, dibantu dengan
kamera sebagai alat dokumentasi dan buku
catatan (note book) untuk mencatat
aspek-aspek yang perlu dicatat.
3.6
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian kualitatif umumnya
menggunakan tiga teknik pengumpulan data yakni;
(1) wawancara mendalam (indepth
interview), (2) observasi, dan (3) studi kepustakaan.
Ketiga teknik ini digunakan dengan
harapan dapat memperoleh seperangkat informasi
dan data yang memadai.
a.
Teknik Observasi
Teknik yang digunakan ini
diharapkan dapat menarik inferensi tentang makna dan
pemahaman yang tidak terucap (tacit
understanding) yang tidak didapatkan baik
pada wawancara ataupun dokumentasi.
b.
Teknik Wawancara
Wawancara yaitu cara pengumpulan
data dengan mengadakan wawancara
mendalam melalui informan kunci yang
memahami situasi dan kondisi onjek
penelitian. Teknik wawancara yang
dipergunakan adalah wawancara tidak
berstruktur yaitu dengan mengajukan
beberapa pertanyaan secara langsung,
informasi yang diperoleh slanjutnya
dicatat dan direkam.37
c.
Teknik Kepustakaan
untuk mencari data-data, memperluas wawasan dan lebih mendalami materi,
dilakukan di berbagai perpustakaan
terutama perpustakaan S2 Kajian Budaya.
Sedangkan dokumentasai digunakan sebagai
bukti pendukung yang akan dianalisis
sesuai dengan fokus penelitian.
3.7
Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan
sepanjang berlangsungnya penelitian dan dilakukan terus
menerus dari awal sampai akhir
penelitian. Analisis data dilakukan secara deskriptif
kualitatif dan interpretatif.
Analisis dilakukan melalui tahapan
sebagai berikut:
1. Reduksi data, yaitu proses
pemilahan,pemusatan perhatian, penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data
kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis
di lapangan.
2. Penyajian data, yaitu menyajikan
sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan atau
penyederhanaan informasi yang kompleks
ke dalam kesatuan bentuk yang
disederhanakan dan selektif yang mudah
dipahami.
3. Menarik kesimpulan yaitu, kegiatan
konfigurasi yang utuh atau tinjauan ulang
terhadap catatan lapangan, yakni menguji
kebenaran dan validitas, makna-makna
yang muncul dalam lokasi penelitian.
Setelah memiliki landasan kuat, simpulannya
kuat dan menjadi lebih rinci sehingga
menjadi simpulan terakhir
(Milles, 1992: 16-19).38.
3.8
Teknik Penyajian Hasil Penelitian
Data yang telah dianalisis kemudian disajikan secara formal dan
informal. Metode
secara informal yaitu teknik penyajian
secara narasi, yaitu merangkai dan menyusun
informasi yang memberikan kemungkinan
adanya penarikan simpulan atau
penyederhanaan informasi yang kompleks
ke dalam kesatuan bentuk sederhana, selektif
dan mudah dipahami.. Sedangkan metode
secara formal dimaksud penyajian hasil
analisis dengan menggunakan bagan-bagan,
tabel-tabel atau pun tanda-tanda tertentu.
Laporan penelitian dituangkan ke dalam 8
bab